Belakangan ini, gairah dalam berinvestasi di instrumen saham meningkat pesat, terlihat dari lonjakan jumlah SID (Single Investor Identification) saham baru pada tahun 2021 yang mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah pasar modal Indonesia, yaitu terjadi peningkatan sebanyak satu juta investor saham baru dalam kurun waktu delapan bulan terakhir, meningkat hampir dua kali lipat dari tahun 2020 lalu yang tercatat sebanyak 590.658 SID. Kenaikan ini salah satunya dipicu oleh gencarnya edukasi mengenai investasi dan instrumen saham, baik oleh para pemangku kepentingan di pasar modal maupun oleh para influencer saham. Hantaman krisis ekonomi yang melanda sebagian besar masyarakat saat pandemi turut membuat masyarakat sadar akan pentingnya pengelolaan keuangan yang benar, yang salah satunya melalui investasi, sehingga minat masyarakat untuk belajar berinvestasi pun meningkat.
Saham sendiri merupakan salah satu produk investasi dalam bentuk bukti kepemilikan atas suatu perusahaan atau bukti penyertaan modal. Terdapat dua keuntungan yang bisa diperoleh dari berinvestasi saham yaitu dividen dan capital gain. Dividen merupakan hasil dari keuntungan perusahaan yang didistribusikan kepada pemegang saham setelah mendapat persetujuan pada saat RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Secara umum, bentuk dividen yang dibagikan dapat berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu atau dalam bentuk saham baru. Sementara capital gain merupakan keuntungan yang didapat dari kenaikan harga saham atau selisih antara harga jual dan harga beli saham.
Saham merupakan produk investasi yang tergolong dalam kategori high risk high return. Potensi keuntungan yang dapat diperoleh dari saham bisa sangat tinggi, bahkan dari pergerakan harga saham yang sangat fluktuatif dan bisa berubah dalam hitungan detik, membuat bukan tak mungkin untuk mendapatkan return sekian persen dalam waktu singkat. Potensi keuntungan ini yang kadang membuat masyarakat gelap mata dan menjadikan saham sebagai objek untuk
menggantukan harapan agar bisa kaya secara cepat hingga melupakan resiko tinggi yang juga bisa diperoleh dari saham. Adapun beberapa kemungkinan resiko yang terjadi seperti capital loss yang merupakan kebalikan dari capital gain, yaitu saat terjadi penurunan harga saham atau saat terjadi selisih minus antara harga jual dan harga beli saham. Selanjutnya yaitu resiko likuidasi di mana saat suatu perusahaan atau emiten dinyatakan bangkrut oleh pengadilan atau terjadi pembubaran perusahaan, dan resiko suspensi yang merupakan penghentian perdagangan saham di bursa selama waktu tertentu karena terjadi pergerakan harga yang tak wajar ataupun karena masalah tata kelola perusahaan. Melihat resiko tinggi yang bisa diperoleh, tentu diperlukan kehati-hatian dan analisa secara menyeluruh dalam memilih saham yang akan diinvestasikan agar tercipta kenyamanan dan keamanan dalam berinvestasi sehingga profit yang diperoleh pun menjadi lebih maksimal.
Lalu, apa saja strategi yang dapat dilakukan untuk menjaring atau memilih saham yang tepat untuk masa depan?
Pertama, menentukan jangka waktu atau time frame investasi. Jika berbicara mengenai masa depan, maka tak akan ada habisnya karena cakupan waktu yang sangat luas. Oleh karena itu, yang pertama kali perlu dilakukan oleh seorang investor adalah menentukan berapa lama target investasi yang akan dilakukan. Entah itu untuk jangka waktu tiga tahun, lima tahun, sepuluh tahun, bahkan hingga untuk dana pensiun. Hal ini diperlukan untuk memastikan tujuan dan rencana investasi agar lebih terarah, juga karena terdapat beberapa jenis saham yang memiliki performa waktu berbeda-beda di pasar saham, yaitu saham unggulan (blue-chip), saham bertumbuh (growth), saham bertahan (defensive), saham siklikal (cyclical), hingga saham musiman (seasonal).
Kedua, setelah menentukan target jangka waktu berinvestasi, selanjutnya investor dapat melakukan analisa untuk menentukan jenis saham apa yang diperkirakan akan performe atau bisa terus performe selama jangka waktu yang telah ditentukan tersebut serta analisa untuk menentukan industri apa yang akan dipilih berdasarkan kondisi global dan makro perekonomian saat itu. Metode analisa yang dapat digunakan untuk screening saham seperti uraian di atas adalah
analisa fundamental dengan pendekatan top down analisis. Adapun urutan dari top down analisis adalah analisa makro ekonomi, analisa industri, dan analisa perusahaan. Melalui analisa makro ekonomi, investor dapat melihat jenis saham dan industri apa saja yang akan terpengaruh dan diuntungkan dari kondisi makro dan kebijakan ekonomi yang ditetapkan saat itu sampai pada target jangka waktu investasi yang telah ditentukan. Selanjutnya pada analisa industri, investor dapat mengetahui bagaimana potensi pertumbuhan suatu industri, bagaimana performa dan tingkat persaingan antar perusahaan di industri yang sama, bagaimana daya tawar pembeli dan daya tawar penjual, serta apakah perusahaan baru mudah masuk ke industri dan apakah produk dari industri tersebut mudah disubstitusikan atau tidak. Hal tersebut perlu diketahui karena akan berpengaruh pada potensi keuntungan yang bisa diperoleh oleh perusahaan pada industri tersebut. Ambil contoh pada tingkat persaingan antar perusahaan, semakin tinggi persaingan dalam suatu industri, maka perusahaan akan semakin kompetitif sehingga potensi keuntungan bisa menurun.
Ketiga, analisa atau bedah perusahaan. Setelah menentukan industri yang akan dipilih, berikutnya investor dapat melakukan analisa perusahaan. Analisa perusahaan merupakan bagian yang paling sering menjadi sorotan dari analisa fundamental, yang merupakan metode untuk menganalisa kondisi, kualitas hingga prospek perusahaan ke depannya. Adapun indikator yang dapat ditelusuri pada analisa perusahaan adalah sebagai berikut.
- Manajemen perusahaan. Manajemen perusahaan merupakan proses dalam mengelola dan mengendalikan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan baik dari segi produksi, keuangan, operasional, sampai sumber daya manusianya. Kualitas serta reputasi dari orang-orang yang berada pada posisi manajemen tersebut perlu ditelusuri karena akan berpengaruh pada laba serta prospek perusahaan dan valuasi atau nilai dari suatu perusahaan.
- Laporan keuangan. Merupakan indikator yang dapat memproyeksikan kondisi dan kesehatan suatu perusahaan. Ada tiga jenis laporan keuangan yang perlu diperhatikan, yaitu laporan laba rugi, laporan neraca dan laporan arus kas. Pada laporan laba rugi, investor dapat mengetahui berapa
jumlah keuntungan atau kerugian yang diterima perusahaan serta dari mana sumber pendapatan dan apa saja biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Adapun aspek yang juga perlu diperhatikan adalah laba perusahaan yang diatribusikan kepada entitas induk yang merupakan hak perusahaan induk yang investor beli sahamnya. Selanjutnya yaitu laporan neraca yang mencerminkan kondisi aset, hutang, serta modal yang dimiliki perusahaan. Aspek yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah hutang yang dimiliki serta kemampuan perusahaan untuk melunasinya. Terakhir yaitu laporan arus kas yang dapat memberikan gambaran kepada investor mengenai pada bagian apa kas banyak digunakan dan didapatkan, apakah arus kas operasinya positif dan cukup untuk mendanai capital expenditure atau tidak, dan apa saja yang mempengaruhi arus kas operasi, arus kas investasi, serta arus kas pendanaan. Selain pada laporan keuangan, investor juga perlu melihat bagian Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) untuk mengetahui lebih terperinci mengenai informasi yang terdapat dalam laporan keuangan, dan investor juga perlu untuk mengetahui kemungkinan terjadinya fraud atau penipuan pada laporan keuangan, seperti bentuk penipuan pendapatan palsu, manipulasi timing, hingga balance sheet cooking.
- Rasio keuangan. Setelah mengetahui laporan keuangan yang dimiliki perusahaan, selanjutnya investor dapat menentukan rasio keuangan yang bisa diperoleh dari data pada laporan keuangan, untuk mengetahui lebih lanjut kondisi kesehatan perusahaan serta agar dapat dengan mudah membandingkan kondisi suatu perusahaan dengan perusahaan lain pada industri sejenis. Adapun lima rasio keuangan yang dapat ditentukan yaitu Rasio Profitabilitas untuk mengidentifikasi tingkat keuntungan perusahaan yang bisa melalui Net Profit Margin (NPM), Earning per Shares (EPS), maupun Return on Equity (ROE). Kedua yaitu Rasio Solvabilitas untuk mengidentifikasi kesehatan perusahaan melalui Debt to Equity Ratio (DER) dan Interest Coverage (IC). Selanjutnya yaitu Rasio Likuiditas untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek melalui Current Ratio dan Quick Ratio. Keempat yaitu
Rasio Efektivitas untuk mengetahui keefektivan perusahaan dalam mengelola sumber daya, dapat dilihat melalui Days Sales Outstanding (DSO), Days Inventory Outstanding (DIO), Days Payable Outstanding (DPO) serta Cash Conversion Cycle. Lalu yang terakhir yaitu Rasio Valuasi untuk mengetahui harga wajar perusahaan melalui Price to Earnings (P/E) Ratio, Price to Book Value (PBV) Ratio, hingga Valuation Band yang membandingkan rasio valuasi saham di masa sebelumnya.
- Valuasi perusahaan. Untuk mengetahui harga wajar dari sebuah perusahaan lebih lanjut, investor dapat melakukan analisa valuasi lanjutan. Ada dua jenis penilaian valuasi yang sering digunakan yaitu Relative Valuation dan Discounted Cash Flow (DCF). Relative Valuation adalah cara untuk menentukan nilai saham dengan membandingkan perusahaan yang satu dengan perusahaan lain yang sejenis baik dari segi industri, ukuran, serta likuiditas. Keuntungan dari menghitung valuasi jenis ini adalah mudah dimengerti dan dilakukan, lebih sedikit asumsi serta lebih merefleksikan pasar. Namun Relative Valuation ini kurang transparan dan kadang tidak konsisten karena mengikuti market serta rentan terhadap penyesuaian akuntansi, ukuran dan likuiditas. Adapun lima metode perhitungan dari valuasi ini adalah melalui P/E Ratio, PBV Ratio, EV/EBITDA, PE/G (Price/Earnings to Growth) Ratio, serta P/S (Price to Sales) Ratio. Selanjutnya yaitu DCF Valuation yaitu cara untuk menentukan nilai saham berdasarkan kas yang bisa dihasilkan di masa depan (expected future cashflow). Perhitungan ini cocok digunakan jika ingin berinvestasi jangka panjang, dengan keuntungan dari DCF ini yaitu memakai data cash flow dan tidak terpengaruh pada noise/irrationality di pasar, namun jenis ini memiliki kekurangan yaitu terlalu banyak variabel yang digunakan, dan kurang cocok untuk perusahaan tahap awal yang belum memiliki cash flow. Adapun tiga metode dalam DCF Valuation yaitu Dividend Discount Model (DDM), Free Cash Flow to Firm (FCFF) dan Free Cash Flow to Equity (FCFE).
Keempat, setelah menentukan saham apa yang akan dipilih berdasarkan hasil analisa fundamental di atas, selanjutnya investor dapat menentukan entry
point atau kapan dan di harga berapa akan mulai membeli saham yang telah ditentukan, yang biasa disebut dengan analisa teknikal. Pada dasarnya analisa ini adalah opsional digunakan oleh para investor karena jangka waktu investasinya yang tergolong panjang dan cenderung berorientasi pada value perusahaan. Namun ada baiknya jika bisa untuk memadukan kedua jenis analisa yang ada untuk bisa memaksimalkan profit dengan masuk ke perusahaan dalam waktu yang lebih tepat. Adapun tiga pengetahuan analisa teknikal yang sekiranya perlu diketahui oleh seorang investor adalah yang pertama yaitu trendline. Dengan mengetahui trendline, investor dapat melihat proyeksi harga ke depan dari sebuah saham apakah memiliki kecenderungan uptrend atau harga yang naik (bullish) atau malah downtrend (bearish). Selanjutnya adalah mengenai area support dan resistance. Support merupakan kondisi saat harga saham yang tertahan di suatu titik bawah di mana saat harga saham mengalami koreksi wajar dari trendlinenya. Sementara resistance merupakan kondisi saat harga saham yang tertahan dengan kecenderungan saham dijual pada titik harga tertentu, yang posisinya di atas support. Idealnya, investor dapat membeli saham sewaktu harga mendekati area supportnya agar keuntungan yang bisa didapat dari capital gain menjadi lebih maksimal. Terakhir yaitu volume perdagangan, yang merupakan jumlah lembar saham yang diperdangangkan dalam waktu tertentu, biasanya dilihat dalam harian. Seorang investor tentu menginginkan saham yang dimilikinya memiliki harga yang stabil dan cenderung meningkat serta likuid di pasar saham, sehingga perlu bagi investor untuk melihat kondisi kestabilan volume saham. Volume dapat merefleksikan reaksi pasar akan saham tersebut, sehingga jika semakin tinggi minat pasar serta aktivitas jual-beli terhadap suatu saham, volumenya juga akan meningkat dan harga saham juga cenderung turut mengalami peningkatan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Estuti dan Hendrayanti (2020) bahwa volume perdagangan berpengaruh positif terhadap volatilitas harga saham.
Kelima, pertahankan rasionalitas dan kendalikan bias-bias psikologi dalam berinvestasi. Selain berdasarkan analisa, mindset dan kondisi psikologis juga bisa sangat mempengaruhi keputusan dan keberhasilan investasi seseorang. Bias merupakan asumsi irasional yang tidak berdasarkan data dan fakta, yang bisa merusak potensi stabilitas finansial seorang investor dalam jangka waktu yang
panjang. Ada dua jenis bias psikologi yang sering dialami oleh seorang investor, yaitu bias kognitif dan bias emosional. Bias kognitif cenderung lebih mudah diatasi oleh investor karena merupakan bias yang terjadi akibat kesalahan dalam memproses informasi atau kesalahan pada logika investasi. Sehingga solusi yang dapat dilakukan adalah dengan mempelajari logika atau mindset berinvestasi yang benar dan selalu mengambil keputusan berdasarkan analisis data dan fakta yang rasional. Salah satu contoh dari bias kognitif adalah confirmation bias, di mana ketika seorang investor hanya mengikuti satu riset yang membenarkan keputusan investasi yang telah diambilnya dan mengabaikan lebih banyak riset lain yang menyatakan bahwa keputusan itu salah. Berikutnya yaitu bias emosional yang jauh lebih susah untuk diatasi dan rata-rata banyak investor yang jatuh karena bias ini. Misalnya ketika melihat harga saham yang dimiliki sedang turun lalu investor langsung was-was dan panik hingga membuat keputusan yang irasional seperti langsung cutloss atau menjual sahamnya tanpa melakukan analisa terlebih dahulu, atau bisa jadi sebaliknya malah menahan saham yang minus tersebut dan terus averaging down atau menambah kepemilikan lagi padahal sudah tau itu merupakan hal yang kurang tepat karena sifat dasar manusia yang tidak suka saat melihat portofolionya rugi dan tidak mau terlihat salah di market, bias ini sering disebut dengan loss aversion bias. Pada dasarnya, bias psikologi adalah hal yang cukup wajar dan pernah dialami oleh hampir semua investor. Dengan mengetahui bahwa terdapat banyak bias-bias psikologi baik kognitif maupun emosional yang kemungkinan akan dialami, maka seorang investor dapat melakukan upaya-upaya untuk mengatasi dan mengendalikan bias tersebut dengan selalu melakukan analisa data dan fakta secara menyeluruh serta selalu membuat rencana investasi.
Investasi di pasar saham merupakan sesuatu yang gampang-gampang susah untuk dilakukan. Ada satu hal yang perlu ditanamkan pada benak seorang investor yaitu tujuan dalam berinvestasi adalah untuk mengamankan dana dari terjangan inflasi dan bukan semata-mata hanya untuk cepat kaya, agar tidak terbuai pada harapan yang malah berujung pada pengambilan keputusan yang irasional dan menenggelamkan diri pada resiko. Ada banyak proses yang harus dilalui agar seseorang investor bisa menjadi lebih dewasa dalam berinvestasi di pasar saham dan mengetahui bagaimana cara kerja saham serta mekanisme pasar
yang sebenarnya, maka dari itu investasi pada pengetahuan terlebih dahulu sangat penting sebelum terjun ke pasar. Dalam memilih saham, terdapat dua analisa yang bisa dilakukan oleh investor, yaitu analisa fundamental dan analisa teknikal. Namun proses dalam berinvestasi tidak hanya sampai pada pemilihan saham saja. Masih ada tugas yang harus dilakukan oleh seorang investor selama berinvestasi yaitu manajemen portofolio dan pengecekan saham secara berkala dari laporan keuangan terbaru yang diterbitkan perusahaan serta evaluasi saat situasi yang terjadi di luar rencana dan prediksi. Tidak ada seorang pun yang bisa memprediksi dengan jelas apa yang akan terjadi di market, tapi dengan melakukan analisa dan membuat investing plan, investor setidaknya mempunyai pegangan untuk memilih saham yang tepat serta dalam pengambilan keputusan investasi, agar keuntungan yang bisa diperoleh lebih maksimal di masa depan.
Referensi Penulisan
- PT Bursa Efek Indonesia. 2020. Persembahan bagi 44 Tahun Diaktifkannya Kembali Pasar Modal Indonesia: 1 Juta SID Saham Baru per Agustus 2021.https://www.idx.co.id/berita/press-release-detail/?emitenCode=1559. 05 September 2021 (20:35)
- Nurhaliza, S. 2021. Risiko Investasi Saham. https://www.idxchannel.com/market- news/risiko-investasi-saham. 05 September 2021 (20:46)
- Harwaningrum, M. 2016. Perbandingan Penilaian Saham Dengan Metode Analisis Fundamental Dan Analisis Tehknical, Penggorengan Saham, Serta Keputusan Penilaian Saham Jika Hasil Berlawanan Arah Untuk Kedua Metode Analisis Pada Saham Bakrie Group Untuk Periode 2005- 2009. Jurnal Ilmiah Manajemen dan Bisnis 2(1): 558-570.
- Artha, D. R. 2014. Analisis Fundamental, Teknikal, dan Makroekonomi Harga Saham Sektor Pertanian. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan 16(2): 175-183.
- Wijayanti, N. W., Rakim, A. A., & Ghozi, S. 2020. Valuasi Saham Metode Discounted Cash Flow Pada Sub Sektor Lembaga Pembiayaan Di Indonesia. Jurnal SNITT- Politeknik Negeri Balikpapan 2(5): 163-170.
- Estuti, E. P, dan Hendrayanti, S. 2020. Dampak Volume Perdagangan Saham, Profitabilitas dan Dividen Terhadap Volatilitas Harga Saham. Proceeding Seminar Nasional & Call For Papers. STIE Semarang. 128-136.
- Manulife Asset Management. 2015. Behavioral Finance : Kognisi & Emosi Dalam Berinvestasi. http://finansialbisnis.com/Data2/Riset/TeoriPerilaku Keuangan.pdf. 06 September 2021 (19:12).
Author: Ni Putu Suriani, Universitas Udayana